Geneologi Pengertian Sejarah
Pandangan Trevelyan di atas menarik rasa keinginan tahu kita
tentang apa itu sejarah. Sejarah dalam konteks ini dapat dikatakan
sebagai “datu “ ,” ibu “ atau “induk” dari ilmu sosial. Kata sejarah
berasal dari bahasa Arab asyajara berarti terjadi, syajarah berarti
pohon, syajarahan- nasab berarti pohon silsilah.; apabila
dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris history yang berasal dari bahasa
Latin dan Yunani historia. Dalam bahasa Yunan disebut istoria,
sedangkani dalam bahasa Latin disebut histoire. Kata historio ketika
dipergunakan oleh para ilmuwan dari Ionia (salah satu provinsi Yunani di
Asia Muka), seperti Hecatheus 500 SM. Menggunakannya untuk merujuk
hasil penelitian tentang gejala /keadaan alam di kawasan yang sudah
dihuni oleh manusia.. Kemudian, Herodotus yang dikenal sebagai Bapak
Sejarah karyanya tentang; Perang Parsi menarasikan gejala alam akan
tetapi karyanya lebih cenderung menarasikan kombinasi antara geografi
dan etnografi sebagai latar belakang tentang Perang Parsi.
Dalam perkembangan selanjutnya, kata latin scientie (yang kurang lebih sama artinya dengan historia) lebih sering digunakan untuk menyebutkan upaya ilmiah mengenai gejala alam daripada historia. Sejak saat itu kata historia cenderung digunakan untuk telaahan logis tentang kronologis fenomena manusia di masa lampau.
Dalam mencari arti tentang difinisi sejarah pada masa kekinian ada begitu banyak yang dimunculkan oleh para sejarawan. Burckhardt mendifinisikan sejarah sebagai catatan tentang suatu massa yang ditemukan dan dipandang bermanfaat oleh generasi berikutnya. Marc Bloch menyebutkan, bahwa sejarah merupakan ilmu tentang manusia dalam rentang waktu. H.G. Wells berpendapat, bahwa sejarah manusia merupakan sejarah tentang gagasan. E.H. Carr menyatakan, bahwa sejarah merupakan dialog tanpa akhir antara masa sekarang dengan masa lampau.
Konsep sejarah dewasa ini semakin ilmiah dan konprehensip. Sejarah diartikan bukan saja sekedar rangkaian peristiwa melainkan lingkaran peristiwa yang terentang dalam lilitan benang-benang gagasan. Dalam arti yang sederhana, gagasan yang dimaksud merupakan dasar dari semua tindakan dan berada di belakang setiap kejadian sehingga peristiwa itu dianggap penting. Gagasan atau ide merupakan motor untuk memotivasi manusia dalam mencapai apa yang digagaskan, sesuai denga jiwa zaman, Menarik juga dicermati pendapat Kuntowijoyo tentang sejarah. Hematnya sejarah adalah rekonstruksi masa lampau. Rekonstruksi itu meliputi apa saja yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan, dan dialami oleh umat manusia. Rekonstruks sejarah adalah produk subyektif dari sebuah proses pemahaman intelektual yang dilambangkan dalam simbol-simbol kebahasaan (narasi sejarah) dan dapat berubah dari waktu ke waktu dari satu tempat ke tempat lain atau dari satu orang ke orang lain, begitulah kata fay, Pomper and Van yang saya kutip dari orasi ilmiahnya Bambang Purwanto.
Dalam arti lain kata sejarah dengan tiga konsep yang berhubungan tetapi memiliki perbedaan yang jelas:
a. Peristiwa masa lampau, aktualitas masa lampau;
b. Catatan kejadian masa lampau
c. Proses atau teknik pembuatan sejarah.
Dalam konteks ini kata sejarah secara tidak langsung menyatakan salah satu dari tiga hal yakni:
a. Penyelidikan
b. Obyek peneltian
c.Catatan dari hasil-hasil penyelidikan yang berkaitan dengan c, a dan b di atas.
Beberapa pendapat para ilmuwan tentang sejarah sengaja diajukan pada halaman diatas, dengan maksud agar dapat membantu memahami hakekat sejarah.
Dalam perkembangan selanjutnya, kata latin scientie (yang kurang lebih sama artinya dengan historia) lebih sering digunakan untuk menyebutkan upaya ilmiah mengenai gejala alam daripada historia. Sejak saat itu kata historia cenderung digunakan untuk telaahan logis tentang kronologis fenomena manusia di masa lampau.
Dalam mencari arti tentang difinisi sejarah pada masa kekinian ada begitu banyak yang dimunculkan oleh para sejarawan. Burckhardt mendifinisikan sejarah sebagai catatan tentang suatu massa yang ditemukan dan dipandang bermanfaat oleh generasi berikutnya. Marc Bloch menyebutkan, bahwa sejarah merupakan ilmu tentang manusia dalam rentang waktu. H.G. Wells berpendapat, bahwa sejarah manusia merupakan sejarah tentang gagasan. E.H. Carr menyatakan, bahwa sejarah merupakan dialog tanpa akhir antara masa sekarang dengan masa lampau.
Konsep sejarah dewasa ini semakin ilmiah dan konprehensip. Sejarah diartikan bukan saja sekedar rangkaian peristiwa melainkan lingkaran peristiwa yang terentang dalam lilitan benang-benang gagasan. Dalam arti yang sederhana, gagasan yang dimaksud merupakan dasar dari semua tindakan dan berada di belakang setiap kejadian sehingga peristiwa itu dianggap penting. Gagasan atau ide merupakan motor untuk memotivasi manusia dalam mencapai apa yang digagaskan, sesuai denga jiwa zaman, Menarik juga dicermati pendapat Kuntowijoyo tentang sejarah. Hematnya sejarah adalah rekonstruksi masa lampau. Rekonstruksi itu meliputi apa saja yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan, dan dialami oleh umat manusia. Rekonstruks sejarah adalah produk subyektif dari sebuah proses pemahaman intelektual yang dilambangkan dalam simbol-simbol kebahasaan (narasi sejarah) dan dapat berubah dari waktu ke waktu dari satu tempat ke tempat lain atau dari satu orang ke orang lain, begitulah kata fay, Pomper and Van yang saya kutip dari orasi ilmiahnya Bambang Purwanto.
Dalam arti lain kata sejarah dengan tiga konsep yang berhubungan tetapi memiliki perbedaan yang jelas:
a. Peristiwa masa lampau, aktualitas masa lampau;
b. Catatan kejadian masa lampau
c. Proses atau teknik pembuatan sejarah.
Dalam konteks ini kata sejarah secara tidak langsung menyatakan salah satu dari tiga hal yakni:
a. Penyelidikan
b. Obyek peneltian
c.Catatan dari hasil-hasil penyelidikan yang berkaitan dengan c, a dan b di atas.
Beberapa pendapat para ilmuwan tentang sejarah sengaja diajukan pada halaman diatas, dengan maksud agar dapat membantu memahami hakekat sejarah.
Hakekat Sejarah
Sejarah merupakan ilmu yang mengakaji manusia dalam rentang waktu.
konsep waktu dalam konteks ini meliputi (1) perkembangan, (2)
kesinambungan, (3) pengulangan, dan (4) perubahan.
Perkembangan terjadi apabila berturut-turut masyarakat bergerak dari satu bentuk ke bentuk lain tanpa ada pengaruh dari luar yang menyebabkan pergeseran. Contohnya perkembangan masyarakat dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks.
Kesinambungan ini terjadi ketika suatu masyarakat baru dengan melakukan adopsi lembaga-lembaga lama. Kolonialisme adalah kelanjutan dari patrimonialisme.
Pengulangan merupakan peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau terulang kembali. Perubahan terjadi ketika masyarakat mengalami pergeseran karena pengaruh dari luar.
Perkembangan terjadi apabila berturut-turut masyarakat bergerak dari satu bentuk ke bentuk lain tanpa ada pengaruh dari luar yang menyebabkan pergeseran. Contohnya perkembangan masyarakat dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks.
Kesinambungan ini terjadi ketika suatu masyarakat baru dengan melakukan adopsi lembaga-lembaga lama. Kolonialisme adalah kelanjutan dari patrimonialisme.
Pengulangan merupakan peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau terulang kembali. Perubahan terjadi ketika masyarakat mengalami pergeseran karena pengaruh dari luar.
Sejarah—Ilmu atau Seni
Debat tentang sejarah sebagai ilmu atau seni sampai saat ini masih
berlanjut. John B. Burry sejarawan Inggris dalam pidatonya meyebutkan,
bahwa sejarah benar-benar ilmu pengetahuan tidak lebih tidak kurang.
Kemudian Harold W.F Temperley menyangkalnya, ia menyebutkan, “ gagasan
tentang sejarah itu adalah ilmu pengetahuan sudah lenyap.”
Argumentasi pendukung sejarah sebagai ilmu, sebagai berikut:
Emperis
Mempunyai obyek
Mempunyai generalisasi
Sejarah mempunyai metode seperti ilmu-ilmu lainnya.
Sejarah berupaya menjelaskan kebenaran, keadaan yang sebenarnya melalui metode dan metodeloginya.
Apabila sejarah dibandingkan dengan ilmu-ilmu eksak, maka jelas tidak dapat, sebab memang berbeda paradigmanya. Pada umumnya ilmu eksak mengkaji fakta yang secara langsung dapat dicermati dan dapat diuji dengan percobaan. Sementara penelitian sejarah dilakukan dengan meneliti tinggalan-tinggalan masa lampau yang terdapat pada sumber tulis, sumber lisan, foto, audio, ruang fisik, dan ruang simbolik.
Sejarah secara konvensional dikelompokan ke dalam ilmu sosial, yaitu disiplin yang berkenaan dengan manusia dalam hubungan sosial, seperti antropologi, sosiologi, ekonomi dan sebagainya.
Ketika revolusi rasional melanda dunia pemikiran, maka banyak pemikir cenderung menggunakan metode dan teknik ilmu alam dalam memahami realitas. Metode dan teknik ilmu alam saat itu juga mewarnai ilmu sosial. Habermas membagi ilmu sosial dengan tiga paradigma. Pertama, paradigma instrumental knowledge atau paradigma positivis. Positivisme pada dasarnya adalah ilmu sosial yang dipinjam dari pandangan, metode dan teknik ilmu alam untuk memahami realitas manusia. Positivis berasumsi, bahwa penjelasan tunggal bersifat universal, artinya cocok untuk semua, kapan saja, dimana terjadi fenomena sosial. Positivisme sangat yakin, bahwa penelitian sosial harus didekati dengan metode ilmiah yang obyektivitas, netral dan bebas nilai. Pengetahuan selalu menganut hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifikasi dengan diverifikasi dengan metode scientific atau ilmiah.
Kedua adalah paradigma interpretatif. Paradigma interpretatif sangat diwarnai oleh aliran hermeneutic knowledge yang sering disebut dengan paradigma interpretativ, yaitu penelitian sosial khususnya ilmu-ilmu sosial diarahkan untuk memahami. Dasar filsafat paradigma ini adalah phenomenology dan hermeneutics yaitu filsafat yang menekankan minat untuk memahami. Jargon yang sering digunakan oleh pendukung paradigma ini adalah “biarkan fakta bicara atas namanya sendiri ‘Ketiga adalah paradigma kritik atau critical emancipatory knowledge. Paradigma kritis memperjuangkan pendekatan yang bersifat holisitik, serta menghindari cara berpikir deterministik dan reduksionistik. Paradigma kritik menganjurkan agar realitas sosial dilihat dalam perspektif kesejarahan.
Sejarah juga bukan sastra, begitulah kata Kuntowijoyo. Hematnya, paling tidak ada 4 hal yang membedakan sejarah dengan sastra: (1) cara kerja, (2) kebenaran; (3) hasil keseluruhan dan (4) kesimpulan.
Sejarah dapat dikatakan seni, menurut sejarawan India Kochhar adalah karya sejarah memuat keutuhan, keserasian dan kebenarannya tidak dapat dipisahkan dari penjelasannya yang nyata dan gamblang tentang bagian-bagiannya. Dalam bahasa lain, sejarah juga membutuhkan intuisi, emosi, dan gaya bahasa sebagaimana seni.
Kochhar juga menadaskan, bahwa sejarah merupakan ilmu sosial dan seni yang di dalamnya mencakup fleksibilitas, kemajemukan, dan daya tarik yang sangat tinggi.
Argumentasi pendukung sejarah sebagai ilmu, sebagai berikut:
Emperis
Mempunyai obyek
Mempunyai generalisasi
Sejarah mempunyai metode seperti ilmu-ilmu lainnya.
Sejarah berupaya menjelaskan kebenaran, keadaan yang sebenarnya melalui metode dan metodeloginya.
Apabila sejarah dibandingkan dengan ilmu-ilmu eksak, maka jelas tidak dapat, sebab memang berbeda paradigmanya. Pada umumnya ilmu eksak mengkaji fakta yang secara langsung dapat dicermati dan dapat diuji dengan percobaan. Sementara penelitian sejarah dilakukan dengan meneliti tinggalan-tinggalan masa lampau yang terdapat pada sumber tulis, sumber lisan, foto, audio, ruang fisik, dan ruang simbolik.
Sejarah secara konvensional dikelompokan ke dalam ilmu sosial, yaitu disiplin yang berkenaan dengan manusia dalam hubungan sosial, seperti antropologi, sosiologi, ekonomi dan sebagainya.
Ketika revolusi rasional melanda dunia pemikiran, maka banyak pemikir cenderung menggunakan metode dan teknik ilmu alam dalam memahami realitas. Metode dan teknik ilmu alam saat itu juga mewarnai ilmu sosial. Habermas membagi ilmu sosial dengan tiga paradigma. Pertama, paradigma instrumental knowledge atau paradigma positivis. Positivisme pada dasarnya adalah ilmu sosial yang dipinjam dari pandangan, metode dan teknik ilmu alam untuk memahami realitas manusia. Positivis berasumsi, bahwa penjelasan tunggal bersifat universal, artinya cocok untuk semua, kapan saja, dimana terjadi fenomena sosial. Positivisme sangat yakin, bahwa penelitian sosial harus didekati dengan metode ilmiah yang obyektivitas, netral dan bebas nilai. Pengetahuan selalu menganut hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifikasi dengan diverifikasi dengan metode scientific atau ilmiah.
Kedua adalah paradigma interpretatif. Paradigma interpretatif sangat diwarnai oleh aliran hermeneutic knowledge yang sering disebut dengan paradigma interpretativ, yaitu penelitian sosial khususnya ilmu-ilmu sosial diarahkan untuk memahami. Dasar filsafat paradigma ini adalah phenomenology dan hermeneutics yaitu filsafat yang menekankan minat untuk memahami. Jargon yang sering digunakan oleh pendukung paradigma ini adalah “biarkan fakta bicara atas namanya sendiri ‘Ketiga adalah paradigma kritik atau critical emancipatory knowledge. Paradigma kritis memperjuangkan pendekatan yang bersifat holisitik, serta menghindari cara berpikir deterministik dan reduksionistik. Paradigma kritik menganjurkan agar realitas sosial dilihat dalam perspektif kesejarahan.
Sejarah juga bukan sastra, begitulah kata Kuntowijoyo. Hematnya, paling tidak ada 4 hal yang membedakan sejarah dengan sastra: (1) cara kerja, (2) kebenaran; (3) hasil keseluruhan dan (4) kesimpulan.
Sejarah dapat dikatakan seni, menurut sejarawan India Kochhar adalah karya sejarah memuat keutuhan, keserasian dan kebenarannya tidak dapat dipisahkan dari penjelasannya yang nyata dan gamblang tentang bagian-bagiannya. Dalam bahasa lain, sejarah juga membutuhkan intuisi, emosi, dan gaya bahasa sebagaimana seni.
Kochhar juga menadaskan, bahwa sejarah merupakan ilmu sosial dan seni yang di dalamnya mencakup fleksibilitas, kemajemukan, dan daya tarik yang sangat tinggi.
0 komentar:
Posting Komentar